Rabu, 10 Juli 2013

CINTA RAHWANA HANYA UNTUK SINTA

Saat Rahwana menculik Dewi Sinta, perbuatannya ketahuan oleh Jatayu. Jatayu berusaha merebut Dewi Sinta, namun gagal.
Ini merupakan obrolan antar sahabat, saat sedang suntuk dan capek bekerja. Topiknya, sudah jelas mempertanyakan, apakah Rahwana itu raja yang jahat atau bukan? Bagi saya dan sejumlah sahabat, ini jelas merupakan dilema yang bisa menyebabkan saya dan beberapa sahabat saya dibenci orang. Sebabnya jelas, kita mencoba melihat Rahwana dari sisi dia sebagai manusia. Sebagian besar dari kita, umumnya melihat Rahwana sebagai tokoh yang jahat. Sedangkan Rama, sebagai orang baik yang dizalimi. Itu pandangan orang pada umumnya. Sedangkan dalam pandangan saya (dan beberapa sahabat saya lainnya), kita bisa bersikap begitu karena kita selalu menerima 'wejangan' dari orang tua kita, bahwa Rahwana itu orang jahat dan Rama orang baik. Kita bahkan menerima pandangan itu begitu saja, tanpa pernah mempertanyakan, apa saja kebaikan Rahwana dan apa pula keburukan Rama.

Dalam cerita Ramayana yang lazim disampaikan kepada kita, sesuai dengan pakem pewayangan, diceritakan bahwa Rahwana sangat ingin memperisteri Dewi Sinta. Padahal, Dewi Sinta saat itu sudah menjadi isteri Rama. Untuk itu, ia berupaya memperdaya Rama dan Laksmana, supaya bisa menculik Dewi Sinta. Penculikan itu berhasil sukses! Meskipun selama perjalanan Rahwana diserang oleh Jatayu, tetapi halangan itu bisa diatasinya, dan Dewi Sinta bisa diboyong Rahwana ke Alengkadiraja. Tiga tahun, Dewi Sinta ditawan di sebuah 'keputren', ditemani DewiTrijatha, adik Rahwana. Dan selama tiga tahun pula Rahwana selalu berusaha membujuk Dewi Sinta untuk bersedia menjadi permaisurinya. Segala upayanya untuk menjadikan Dewi Sinta sebagai permaisuri, ditolak oleh Dewi Sinta secara halus. Jadi Rahwana sebenarnya dapat dikatakan gagal memperisteri Dewi Sinta. Bahkan, saat Rahwana agak kelewatan sikapnya, saat sedang membujuk Dewi Sinta, ia dihalangi oleh Dewi Trijatha, adiknya. Tentu saja Rahwana menjadi marah, dan Dewi Trijatha dikutuk oleh Rahwana. Kutukan Rahwana menyatakan, bahwa Dewi Trijatha akan mendapat jodoh jika sudah menjadi 'perawan tua' dan jodohnya adalah seorang wanara tua yang bertubuh pendek, jelek, dan buruk muka. Kutukan Rahwana ini, membuat Dewi Trijatha sedih berkepanjangan. Keinginan Rahwana untuk bisa menjadikan Dewi Sinta sebagai permaisurinya, telah mengorbankan banyak hal, termasuk kekuasaan, keluarga, sanak saudara, dan kerajaan Alengka. Rahwana, akhirnya terbunuh dalam suatu pertempuran melawan Rama yang dibantu ribuan pasukan wanara (kera). Ia merupakan orang terakhir dari Kerajaan Alengka yang mati di medan laga, melawan musuh. itulah ringkasan seluruh cerita tentang Rahwana yang sangat terkenal itu.

Sekarang cobalah kita pahami barang sedikit cerita kebalikannya, ditinjau dari sisi Rahwana. Cobalah untuk mendinginkan kepala dan tidak emosional sewaktu membaca cerita ini. Tentu saja, cerita ini merupakan cerita imajiner, jadi gunakanlah juga imajinasi anda saat membacanya.....

Bayangkalah, Alengkadiraja adalah sebuah negara adidaya, yang terkenal sangat kaya dan makmur. Kerajaan ini, politiknya sangat stabil, keamanan di seluruh wilayah Kerajaan Alengkadiraja sangat terkendali dan sangat aman. Rakyatnya demikian sejahtera, sehingga banyak orang yang berasal dari manca negara, datang dan akhirnya tinggal bermukim di Kerajaan Alengkadiraja. Menurut sejarahnya, Kerajaan Alengkadiraja juga tidak pernah memperlakukan kerajaan-kerajaan di sekitar wilayahnya sebagai negara jajahan. Alengkadiraja juga tidak pernah menyerbu negara lain. Kerajaan Alengkadiraja, memang bukan sebuah negara demokratis seperti Amerika. Kerajaan Alengkadiraja, memang merupakan sebuah negara monarki (kerajaan), yang dipimpin oleh seorang diktator luar biasa besar dan sangat luas kekuasaannya, yang berjuluk Prabu Rahwana. Kerajaan besar ini, bahkan tidak memerlukan adanya Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat berbagai undang-undang. Segala aturan dan undang-undang, cukup ditangani oleh Rahwana yang dibantu sejumlah pejabat tinggi kepercayaannya. Sejak Kerajaan Alengkadiraja berdiri, sampai akhirnya tumbang oleh serbuan para 'monyet' yang membantu Rama, tidak pernah ada berita negatif sedikitpun yang menyatakan bahwa Rahwana pernah berbuat menzalimi rakyatnya. Begitu juga para pejabat tingginya, selalu mempunyai 'track record' yang baik dan tidak tercela. Bagi rakyat di Kerajaan Alengkadiraja, pemerintahan diktatorial nyatanya justru jauh lebih baik dari pada pemerintahan demokratis yang centang-perenang dan tak jelas juntrungannya. 

Rahwana sangat menginginkan Dewi Sinta sebagai permaisurinya. Sebagai manusia, itu merupakan hal yang wajar. Namanya juga naksir. Salahnya, Dewi Sinta sudah menjadi isteri orang lain. Bahwa Rahwana menculik Dewi Sinta, itu memang kesalahan fatal. Tapi bagaimana lagi? Namanya juga usaha! Apalagi dilandasi rasa cinta yang membara. Segala cara bisa ditempuh. Kalau nggak begitu, kan malah dipertanyakan orang, seberapa besar cintanya? Kan kata pepatah juga menyatakan bahwa 'cinta itu buta'. Bahkan cinta itu, mudah indikasinya. Orang yang benar-benar cinta, akan berada pada kondisi hilang akal dan hilang ingatan. Kalau masih bisa berpikir jernih dan tidak hilang akal, pastilah orang itu tidak benar-benar jatuh cinta. Mungkin hanya pura-pura jatuh cinta. Kalau tidak hilang ingatan (terhadap banyak hal), pastilah orang itu juga tidak jatuh cinta. Cobalah renungkan saat anda dulu jatuh cinta. Apakah benar anda tidak hilang akal dan hilang ingatan? Contohnya, saat anda jatuh cinta, bukankah anda menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus diperbuat? Segala kecanggihan diri anda tiba-tiba lenyap begitu saja, saat berhadapan dan bertemu dengan wanita idaman anda. Saat anda jatuh cinta dulu, bukankah anda juga hilang ingatan? Lupa daratan, lupa makan, lupa tidur, dan bahkan lupa segalanya. Anda hanya bisa mengingat satu hal saja. Yaitu wanita idaman anda! Hal lainnya? Tentu saja anda lupakan. Ingatan anda tentang nasehat orang tua yang mengatakan bahwa hidup harus berhati-hati, juga bisa anda abaikan seketika. Anda tiba-tiba berubah menjadi manusia yang berani mati demi sang pujaan hati. Woooooo..... luar biasa! Jatuh cinta, ternyata bisa mengubah segalanya........

Begitu juga dengan Raja Rahwana yang julukan aslinya adalah 'King of Forest Blood', dari sebuah kerajaan adidaya yang sangat terkenal di seantero jagat maya dengan sebutan 'The Great Alengka Kingdom'. Rahwana, seorang 'manusia berdarah rimba raya' telah jatuh cinta! Ini merupakan suatu fenomena dan peristiwa yang sangat luar biasa yang amat sangat langka, yang diliput oleh semua stasiun televisi di seluruh dunia sebagai sebuah peristiwa besar! Ia telah dinobatkan menjadi 'the greatest man of the year', yang selalu ditayangkan dalam bentuk 'headline' di semua surat-kabar, majalah, harian lokal dan internasional, internet, stasiun televisi, stasiun radio dalam negeri dan manca negara.

Seorang Rahwana yang semula lebih dikenal sebagai penguasa sebuah kerajaan adidaya yang sangat jarang tersenyum, tiba-tiba berubah menjadi seorang pria yang berdandan necis dan 'dandy', dengan pakaian keluaran rumah mode terkenal, bergaya mode mutakhir, dengan potongan rambut yang sedang trendy. Semua orang jadi memperhatikan Rahwana yang sedang menjadi pokok pembicaraan di mana-mana. Bahkan sejumlah anak muda Alengkadiraja yang sebelumnya cenderung menjauhinya, tiba-tiba secara sangat antusias dan bersuka hati, membentuk sebuah organisasi komunitas sosial yang dinamakan 'Rahwana Fans Club'. Majalah mode manca negara yang sangat terkenal, lantas memuat foto-foto kegiatan sehari-hari Rahwana dan menobatkannya menjadi 'The man who give new inspiration to other peoples'. 

Jangan lupa, Rahwana memang sudah 'sugih' (kaya raya) dari sononya. Jadi, ia jelas bukan seorang koruptor. Saat pergi ke Istana Negara Alengkadiraja, ia mengendarai mobil sport merk Jaguar model terbaru. Pakai mobil Jepang? No way! Mobil bikinan Jepang kurang keren, katanya dalam suatu wawancara eksklusif dengan sejumlah wartawan. Tanpa sungkan ia juga bercerita, bahwa ia sekarang punya kebiasaan baru, yaitu selalu membuka semua jendela dan kap atas mobilnya, jika sedang melakukan perjalanan memakai mobil Jaguar-nya. Ia, selalu melambaikan tangan sambil menebar senyum gembira kepada seluruh rakyatnya yang selalu menantikannya di pinggir jalan, saat rombongan mobil kerajaan itu lewat di jalan protokol Kerajaan Alengkadiraja. Suasana itu, juga menjalar ke Istana Kenegaraan Alengkadiraja. Suasana istana yang semula terlihat angker, formal, resmi, dan kaku; lalu berubah menjadi sebuah istana yang menyenangkan, indah, ceria, selalu penuh bunga. 

Berbagai pagelaran wayang kulit, wayang wong, wayang klithik, musik keroncong, jaipongan, wayang golek, orkestra, band musik pop, musik klasik, jazz, rock, dan blues; lantas menjadi pagelaran yang secara rutin menghias pendhapa istana Alengkadiraja. Hanya musik kamar (chamber music) yang tetap tidak diijinkan Rahwana main di istana. "Musik kamar terlalu berisik, kalau dimainkan di dalam kamar yang sempit. Saya bisa jadi 'budheg' (tuli)! Kan saya hanya menonton dengan beberapa sahabat. Jadi kurang siplah kalau dimainkan di dalam kamar yang sempit di istana," begitu kata Rahwana, seperti dikutip oleh sejumlah wartawan istana. 

Tetapi jika ada wartawan yang bertanya tentang Dewi Sinta yang menurut kabar angin, selentingan, dan gosip; telah diculik dan dijadikan tawanan jelita, Rahwana selalu diam terpaku dan selalu menjawab "no comment". Sangat nyata terlihat di air mukanya, betapa pertanyaan seperti itu telah melukai perasaannya. Menurut berita-berita yang santer dibocorkan oleh sejumlah pejabat istana Alengkadiraja, Rahwana akhir-akhir ini sering terlihat duduk termenung sendu, saat sedang sendirian di Istana Alengkadiraja. Meskipun masyarakat Alengkadiraja melihat Rahwana sebagai manusia yang sehari-hari terlihat gembira, penuh senyum, dan seringkali menyapa rakyatnya dengan tebaran senyumnya yang sangat khas, tetapi di balik itu semua ia ternyata menyimpan kesedihan luar biasa. Dan, justru karena Rahwana merupakan penguasa tertinggi di Kerajaan Alengkadiraja, maka tidak ada yang berani menanyakan kepadanya tentang apa yang telah membuatnya gundah dan bersedih. Banyak orang hanya menebak-nebak saja di dalam hati dan tidak pernah berani mengungkapkkannya secara terbuka, takut melukai hati orang yang menjadi pujaannya itu.

Diam-diam, tanpa terungkap di media massa, dan tanpa pernah dipublikasikan; ternyata banyak juga rakyat Alengkadiraja yang ikut merasa sedih atas apa yang sedang menimpa Rahwana, raja yang sangat dihormati rakyatnya itu. Pendapat mereka, umumnya terpecah menjadi dua. Sebagian mengatakan bahwa Rahwana sebagai seorang raja besar, tidak sepatutya menculik Dewi Sinta, meskipun ia sangat mencintainya. Tetapi, sebagian lagi, merasa bahwa seorang Rahwana adalah seorang laki-laki sejati, yang berani mengambil risiko apapun demi cinta matinya kepada Dewi Sinta, meskipun mereka juga tahu bahwa tindakan itu salah. Tetapi, secara umum, rakyat Alengkadiraja tetap berpendapat bahwa bagaimanapun juga, Rahwana adalah laki-laki sejati, yang menjadi dambaan setiap wanita. Ia dimimpikan oleh banyak wanita, karena keteguhan dan ketegaran sikapnya. Tidak banyak wanita Alengkadiraja yang mempunyai kekasih atau suami seperti Rahwana, yaitu jika sudah jatuh cinta, apapun rintangannya akan diterjang, apapun penghalangnya akan dilibas, dan apapun akan dilakukan demi cintanya kepada pujaan hatinya. Rahwana sebenarnya adalah seorang laki-laki ideal pujaan hati wanita.....

Tiga tahun sudah, Dewi Sinta disekap di dalam 'keputren' Alengkadiraja, ditemani Dewi Trijatha yang setia. Setiap hari, Rahwana selalu datang mengunjunginya dan dengan kata-kata yang selalu diusahakan diucapkan sehalus mungkin, selalu ditanyakannya kepada Dewi Sinta, apakah ia bersedia dipersunting dirinya dan dijadikan permaisuri, menjadi Ibu Negara Alengkadiraja. Dinyatakannya juga, bahwa ia hanya mempunyai satu cinta, dan cinta itu telah dipersembahkannya kepada  Dewi Sinta. Setiap kali Rahwana berhadapan dengan Dewi Sinta, ia seperti hilang akal dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Ia merasa seakan semua kekuasaan yang dimilikinya menjadi sama sekali tidak berarti di mata Dewi Sinta. Rahwana selalu berkata, bahwa ia menculik Dewi Sinta karena rasa cintanya yang tiada tara. Untuk tindakannya itu, Rahwana selalu meminta maaf kepada Dewi Sinta. Ia juga selalu mengatakan kepada Dewi Sinta, bahwa ia bersedia berkorban apa saja, asalkan Dewi Sinta bersedia dimuliakan dan dipersunting menjadi permaisurinya. Namun, setiap kali ia bertanya kepada Dewi Sinta, Rahwana selalu mendapat jawaban menolak, yang membuat hatinya remuk redam. Tiap kali Rahwana mendapat jawaban penolakan seperti itu, setiap kali pula ia terdiam. Dan, perlahan-lahan ia berjalan meninggalkan Dewi Sinta sendirian tanpa mengucapkan sepata katapun. Begitulah yang terjadi setiap kali dan setiap hari. Rahwana selalu menerima jawaban yang membuatnya merasa seakan dunia hendak kiamat. Tetapi, entah mengapa, tiap kali Rahwana selalu kembali memberanikan dirinya untuk menanyakan hal yang sama. Meskipun ia tahu benar, jawaban yang akan diterimanya akan selalu sama, yaitu berupa jawaban menolak. Tetapi, manusia hidup dari harapan dan mimpi. Selama harapan dan mimpi itu belum pudar, maka selama itu pula manusia bisa berharap bahwa mimpinya suatu ketika akan menjadi kenyataan. Karena itu pula, Rahwana selalu kembali menguatkan dirinya untuk selalu datang bertanya kepada Dewi Sinta. Meskipun ia sangat sadar, bahwa harga dirinya sebagai laki-laki, sebenarnya sudah hancur. Rahwana telah mengambil risiko mengorbankan harga dirinya, demi cintanya kepada Dewi Sinta. Tetapi Rahwana menganggap hal itu sebagai sebuah konsekuensi logis yang harus ditanggungnya. Dalam pandangannya, harga dirinya akan pulih secara perlahan-lahan, jika ia berhasil mempersunting Dewi Sinta, dan mempersembahkannya kepada rakyatnya untuk dimuliakan sebagai seorang Ibu Negara.

Rahwana bukanlah seorang penyair, yang bisa menulis puisi jika hatinya sedang gundah. Ia juga bukan seorang penyanyi, yang bisa membuat tembang balada jika hatinya sedang sedih. Ia juga bukan seorang sastrawan, yang bisa mencurahkan isi hatinya ke dalam bentuk karya sastra, saat ia memikirkan pujaan hatinya. Pada saat-saat seperti itu, Rahwana bahkan merasa sendirian, kesepian, dan seperti sama sekali tak berteman. Ia merasa sendirian di tengah keramaian dunia. Di tempat yang sangat ramai sekalipun, ia merasa tetap kesepian. Ia selalu memimpikan bisa bergandeng tangan dengan mesra, bercengkerama, berjalan berdua dengan Dewi Sinta, sambil menyapa lambaian tangan rakyatnya. Mimpi-mimpi itulah yang selalu datang setiap malam, dan membuat hatinya kuat untuk kembali menemui Dewi Sinta pada esok hari berikutnya.

Selama tiga tahun, Dewi Sinta hampir setiap hari bertemu dengan Rahwana. Selama itu pula, ia tidak pernah disentuh atau dijamah sekalipun oleh Rahwana. Meskipun ada rasa rindu yang menggebu-gebu kepada Rama, tetapi sebagai wanita dewasa Dewi Sinta juga sering mempertanyakan kepada dirinya sendiri, apa yang telah terjadi dan bagaimana seharusnya ia bersikap. Secara jujur Dewi Sinta juga mengakui di dalam hati (hal ini secara diam-diam juga sering diutarakan kepada Dewi Trijatha), bahwa Rahwana dipandang dari satu segi, memang telah melakukan kejahatan, yaitu menculik dirinya. Namun, dari segi lainnya, selama tiga tahun disekap itu, ia selalu mendapat perlakuan yang sangat baik dan sopan oleh Rahwana. Dari berita dan cerita yang diterimanya dari berbagai pihak secara sembunyi-sembunyi, Dewi Sinta juga mendengar berbagai kabar tentang Rahwana. Sebagian besar kabar yang diterimanya itu, menceritakan bahwa Rahwana telah berubah menjadi orang yang gembira, penuh senyum, dan bahkan suasana istana sudah sangat berubah. Semua berita tentang Rahwana, ternyata merupakan berita yang sangat positif. Dewi Sinta sebenarnya juga berpikir, bahwa jika Rahwana benar-benar orang jahat, maka pada hari pertama saat ia diculik, bisa saja ia langsung diperkosa dan ditinggalkan begitu saja oleh Rahwana. Tetapi kenyataannya, Dewi Sinta tidak pernah mengalami hal itu. Bahkan selama disekap di 'keputren' Alengkadiraja, disentuh atau dijamahpun tidak pernah dilakukan Rahwana.

Saat Rahwana berkunjung, ia selalu menyatakan cintanya dan menanyakan kesediaannya untuk dipersunting menjadi permaisuri. Dan saat ia mengatakan penolakannya, Dewi Sinta selalu melihat, betapa air muka Rahwana yang seketika berubah menjadi sendu. Setiap kali Dewi Sinta mengatakan penolakannya, setiap kali pula Rahwana terdiam tak bisa berkata-kata. Dan, akhirnya Rahwana selalu berjalan perlahan-lahan meninggalkannya sendirian. Ada perasaan galau bercampur kasihan pada diri Dewi Sinta, setiap kali Rahwana perlahan-lahan pergi meninggalkannya sendirian.

Dewi Sinta juga sering berpikir dan mempertanyakan kepada dirinya sendiri, tentang Rama kekasihnya. Ia juga sudah mendengar kabar yang diselundupkan dari Ayudia. Semakin lama, serpihan demi serpihan kabar dari Ayudia itu semakin lengkap. Sehingga akhirnya Dewi Sinta bisa mengumpulkan seluruh serpihan berita itu secara lengkap, sehingga Dewi Sinta akhirnya bisa memahami apa yang sebenarnya telah terjadi selepas penculikan atas dirinya. Meskipun hanya selintas, Dewi Sinta juga sering memikirkan mengapa Rama kekasih hatinya itu, tidak juga datang menolongnya? Apa yang telah terjadi? 

Setelah tiga tahun ia tinggal di Alengkadiraja, Dewi Sinta juga seringkali berpikir, bagaimana seharusnya sikap seorang suami jika isterinya diculik. Di dalam benaknya, timbul sejumlah logika yang saling berbalikan. Secara logika, jika seorang laki-laki sangat mencintai isterinya, dan tiba-tiba isterinya diculik, maka yang yang dilakukannya adalah segera mengejar dan berusaha mencari isterinya. Tetapi dari berita-berita yang diterimanya, Rama ternyata tidak segera melakukan upaya mencari dirinya. Bukankah ia titisan Dewa Wisnu? Bukankah Rama juga sakti? Mengapa ia tak melakukan usaha apapun, saat isterinya diculik? Mengapa Rama justru mengutus 'agen rahasia' yang bernama Anoman untuk menemui dirinya? Mengapa perintah Rama kepada Anoman, adalah supaya mengabarkan bahwa Rama dalam keadaan baik-baik saja? Mengapa Anoman hanya disuruh menyerahkan sebuah cincin kepadanya? Mengapa Anoman tidak diperintahkan untuk 'menculik' Dewi Sinta dan membawanya kembali ke Ayudia? Berjuta pertanyaan bergaung berulang-ulang di dalam benak Dewi Sinta.

Meskipun Dewi Sinta tetap mencintai Rama, tetapi penantian yang begitu lama dan kesepian yang merajam hatinya setiap hari dan setiap malam, membuatnya akhirnya juga berpikir. Pikiran buruk itu, juga seringkali melintas di benaknya. Ia selalu berusaha menepis berbagai pikiran buruk itu. Tetapi, pikiran dan bayangan itu selalu saja datang sendiri setiap kali ia merenung. Sesekali ia sempat juga terpikir, bahwa Rama bukanlah laki-laki yang sejati. Bagaimana bisa seorang laki-laki sejati bisa membiarkan isterinya diculik selama tiga tahun dan ternyata ia tidak melakukan upaya apapun? Sesekali, muncul juga pikiran yang menyatakan bahwa Rama merupakan suami yang tidak bertanggung-jawab. Jika ia memang suami yang bertanggung-jawab, mengapa selama bertahun-tahun membiarkan saja isterinya disekap di keputren negara lain? Sesekali, muncul juga pikiran yang mempertanyakan sumpah dan janji Laksmana, yang didengarnya sangat jelas, saat membuat garis 'rajah kalacakra' pelindung, sambil mengucapkan sumpah, yang menyatakan akan selalu menjaga dan melindungi Dewi Sinta selama hayatnya.

Dewi Sinta juga manusia biasa. Ia juga wanita seperti layaknya wanita lainnya. Yang membedakannya hanya kedudukannya semata. Saat Rahwana datang menemuinya, sesekali sempat juga ia memperhatikan tubuh Rahwana yang tinggi besar, gempal, berotot, dan atletis. Bahkan tubuh Rahwana jauh lebih tegap dari pada Rama suaminya. Rahwana, jelas jauh lebih 'macho' dan tentu bisa membuat setiap wanita gandrung dan mabuk kepayang. Sebagai seorang wanita muda yang sudah sekian lama tak tersentuh laki-laki. Dewi Sinta beberapa kali juga sempat merasakan detak jantungnya tiba-tiba berdegup keras tak terkendali. Bulu kuduknya seringkali berdiri meremang, saat membayangkan tubuh Rahwana menyentuh dirinya. Bukan karena takut, tetapi karena terbuai oleh bayangan indah yang tiba-tiba merangsek ke dalam benaknya. Keringat dinginnya mengucur begitu saja di seluruh permukaan tubuhnya. Tubuhnya, tiba-tiba berubah menjadi panas dan seketika otaknya tidak lagi bisa berpikir jernih. Ada gejolak gairah yang tiba-tiba menyeruak tanpa bisa dikendalikannya. Badannya bergetar hebat, lidahnya terasa menjadi kelu dan sukar untuk berkata-kata. Jari-jari tangannya yang lentik, tiba-tiba menjadi gemetar. Tubuhnya lemas dan seakan ia tidak mempunyai kekuatan untuk menggerakkannya. Hatinya sejenak menjadi resah dan gelisah. Saat ia menjawab pertanyaan Rahwana, kalimat yang terlontar dari mulut mungilnya begitu bergetar, sehingga saat mengucapkannya menjadi terbata-bata. Untunglah, Rahwana menganggap kalimat yang diucapkan terbata-bata itu, sebagai ucapan seorang yang sedang dilanda ketakutan hebat. Andai saja Rahwana tahu apa yang sedang dirasakannya, mungkin ceritanya akan menjadi lain.....

Malam-malam yang dingin, sepi, dan hanya ditingkah oleh suara cengkerik dan binatang malam, membuat Dewi Sinta sering melamun kesepian. Dalam tidurnya, semakin lama semakin sering ia memimpikan Rahwana; dan semakin lama semakin berkurang pula mimpi-mimpi tentang Rama. Mimpi-mimpi 'indah' itu selalu datang sendiri tanpa diminta. Diam-diam Dewi Sinta telah jatuh cinta kepada Rahwana! Itulah kenyataan yang dialaminya. Ada perasaan galau, sewaktu memikirkan betapa Rahwana sangat mencintai dirinya, sementara Rama yang dicintainya justru tak pernah ada kabar beritanya, seakan Rama telah membiarkan dan menelantarkan dirinya. Namun, otak dan perasaan seringkali memang tidak sejalan. Di malam-malam yang sepi, Dewi Sinta sering menangis, karena merasa telah berdosa. Ia merasa telah membagi dua cintanya. Di dalam hatinya, diam-diam telah terukir nama Rahwana sebagai seseorang laki-laki yang selalu dimimpikannya, tetapi akan pernah tidak bisa dimilikinya.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar