Rabu, 24 Juli 2013

MENGAPA BIMA BISA LEBIH PANDAI DARI PADA PANDHITA DURNA GURUNYA?

Sahabat kinasih saya Iskandar Sumowiyoto, bertanya kepada saya: "Kita sudah menghasilkan begitu banyak sarjana, tetapi mengapa bangsa kita tidak bisa semaju bangsa lain?" Terus terang, ini merupakan pertanyaan menggelitik yang sangat mengganggu hati sanubari dan emosi saya. Di bawah ini, tulisan asli Mas Iskandar dalam bahasa Jawa.

Bener Mas Bram. Bima dadi ksatria sing pinter lantaran Pandita Durna. Nanging wusanane, kapinterane Bima dhuwur ngungkuli kapinterane sang Gurunadi Pandita Durna. Nah apa darunane, dene saya akeh sarjana, nanging geneya negara tetep durung bisa maju katimbang negara manca. Apa gurune sing durung padha netepi darmane? Mara gage mas Bram sajarwaa, aku nedya ngangklungaken jangga nilingaken karna.

Terus satu ungkapan lagi dinyatakan olehnya.

Budhalan jadi guru. Minat orang jadi guru sekarang meningkat. Konon katanya gajinya gede. Lebih-lebih kalau sudah dapat tunjangan sertifikasi. Hasilnya..., Program sertifiasi gak ngaruh terhadap out-putnya, yaitu peserta didik. NEM dari tahun ke tahun di SD Kampungku ya segitu-segitu saja, dari mulai gurunya masih wiyatabakti hingga sekarang telah memperoleh sertifikasi.

Banyak sarjana dihasilkan, tapi negara kita belum bisa maju. Itu banyak sebabnya. Salah satu yang menurut saya penting untuk direnungkan adalah peran guru atau dosen; serta peran muridnya.

Sebagian besar guru atau dosen, juga muridnya; belum bisa menerapkan darmanya sebagai manusia merdeka. Guru atau dosen,tidak bersedia berperan melakukan 'darma baik'. Kalau guru dan dosennya tidak bersedia melakukan 'darma baik', bagaimana muridnya bisa mempunyai 'darma baik' di masa depan? 

Banyak guru dan dosen yang mengajar hanya sebatas 'sebagai pegawai yang dibayar untuk mengajar'. Bukan membukakan ilmu pengetahuan dan wawasan, serta meyakinkan muridnya bahwa ilmu pengetahuan tak akan ada artinya jika tanpa laku dan tindakan. Banyak yang akhirnya mengajarkan ilmu sebatas seberapa besar bayarannya. Murid seharusnya memang harus lebih pintar dan jauh lebih sakti dari pada gurunya. Celakanya, banyak guru dan dosen yang tidak rela dikalahkan oleh muridnya. Murid yang baik, seharusnya tidak bergantung kepada guru atau dosennya, melainkan harus bisa mengungguli. Dosen atau guru, seharusnya berperan membekali muridnya. Sehingga si murid harus bisa melesat ke angkasa bagaikan anak panah. Jika guru atau dosennya tidak bersedia dikalahkan muridnya, maka yang terjadi murid akan selalu menjadi 'anak bawang', yang tidak akan pernah bisa melesatkan cita-cita dan mimpinya setinggi bintang. Kalau hal ini yang terjadi, maka dosa yang paling besar terletak pada guru atau dosennya.....

Tanyalah pada gurumu atau dosenmu, apa ilmu yang dimilikinya, dan apakah ilmu itu dia yang mengembangkannya sendiri, atau ia sekedar mengajarkan ilmu orang lain? Kenyataannya, jawaban yang terbanyak adalah mereka menjadi pengajar ilmu orang lain. Ini menjadi salah satu hal yang membuat kita tidak merdeka dan tidak bisa maju. Bagaimana bisa maju? Kalau mereka mengajarkan ilmu milik orang lain. Tentu saja orang lain (si pemilik ilmu) akan jauh lebih pintar dari dia bukan?

Tanyakan juga pada guru atau dosenmu, buku teori apa yang sudah dia tulis untuk muridnya? Atau, penelitian apa yang sudah dia lakukan untuk kemajuan bangsanya? Atau, benda apa yang sudah dia buat untuk bangsanya? Atau, apa yang sudah dia lakukan untuk masyarakat di sekelilingnya? Tanyakan juga, jika dia tidak dibayar, apa dia masih mau dia berbagi ilmu dan tetap mengajar murid-muridnya? Lalu hitunglah dengan sepuluh jari tanganmu, berapa orang guru atau dosen yang melakukan 'darma baik'. Besar kemungkinan, engkau tidak akan bisa mendapatkan sepuluh orang guru atau dosen yang memenuhi 'darma baik' itu. Padahal, untuk bisa memajukan suatu bangsa, kita memerlukan berjuta guru dan dosen yang sanggup melakukan 'darma baik' untuk murid-muridnya....

Indonesia memang masih belum waras. Dan, guru atau dosen yang bersedia melakukan 'darma baik' masih terlampau sedikit. Kalau orang lain tidak mau melakukannya, mengapa kita tidak berdiri saja di garda paling depan dan melakukan 'darma baik' sebisa kita dan semampu kita. Meskipun mungkin kita harus melakukannya sendirian dan mungkin juga harus melawan arus. Maju terus pantang mundur! Rawe-rawe rantas,malang-malang putung! Jangan takut, Yang Berkuasa Atas Hidup dan Mati kita, tak pernah tidur! Colok lintang obor rembulan, jadilah manusia dewasa, meskipun dengan segala keterbatasan, bangkit dan mulailah dari sekarang, dan berangkatlah segera menuju masa depan, teguhkan hati dan niatmu, menerjang badai dan gelombang samodra luas tak bertepi, menuju tanah harapanmu......


Mempersiapkan murid menjadi seorang dewasa, yang berani menempuh badai, bisa dimulai dari hal yang sangat sederhana dan sejak dini.
Mempersiapkan murid menjadi seorang dewasa, yang berani menempuh badai, bisa dimulai dari hal yang sangat sederhana dan sejak dini.

Apakah seorang guru atau dosen harus menjadi sosok manusia yang ditakuti muridnya? Kalau ini yang terjadi, jangan harap murid akan menjadi sosok yang berani melesatkan cita-cita dan mimpinya jauh setinggi bintang.
Apakah seorang guru atau dosen harus menjadi sosok manusia yang ditakuti muridnya? Kalau ini yang terjadi, jangan harap murid akan menjadi sosok yang berani melesatkan cita-cita dan mimpinya jauh setinggi bintang.

Guru atau dosen dengan muridnya, seharusnya mempunyai relasi yang cukup baik dan erat. Sehingga murid bisa cukup bebas mengungkapkan berbagai kesulitan dan halangan yang dihadapinya.
Guru atau dosen dengan muridnya, seharusnya mempunyai relasi yang cukup baik dan erat. Sehingga murid bisa cukup bebas mengungkapkan berbagai kesulitan dan halangan yang dihadapinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar